"DUC IN ALTUM" (Aris Rematwa)
Momen
ulang tahun sekolah memang selalu dinantikan bagi para Seminaris termasuk kami
pada waktu itu. Paling tidak akan ada sedikit acara dan pastinya ada begitu banyak
makanan dan acara bebas yang tentunya hanya akan diizinkan sampai jam 12 malam
oleh pamong asrama. Namun tahun itu terasa berbeda, karena Angkatan kami harus bertindak
sebagai penanggung jawab acara, sebuah tradisi yang sudah turun menurun sejak
dahulu. Kali ini yang menjadi penanggung jawab adalah OSIS dan badan pengurus
Dekan yang mana tanggung jawab itu sudah diemban oleh Angkatan kami.
Badan
pengurus OSIS dibawah komando Naldo Narahawarin akan bertanggung jawab pada
perayaan pada jam sekolah yang melibatkan siswa SMP dan juga siswa SMA,
sedangkan badan pengurus Dekan yang dipimpin oleh Ardi Anitu akan bertanggung
jawab pada acara sore hingga malam harinya. Karena semuanya dalam satu Angkatan
maka koordinasinya tidak sulit, dan waktu itu kami betul-betul didampngi oleh Ibu
Merry Wermasubun sebagai Pembina OSIS.
Beberapa
kesempatan kami selalu intens membahas segala macam persiapan mulai dari kegiatan
saat pagi hari hingga siangnya dan dilanjutkan dengan sore hingga malam. Dalam momen-momen
itu saya masih ingat betul bagaimana ide dan gagasan untuk untuk persiapan
acara dilontarkan oleh tiap-tiap orang dan ada kalanya terjadi perbedaan
pendapat antar sesama. Yang menarik adalah pembahasan soal lokasi acara dan
juga terkait panggung acaranya. dalam penentuan lokasi acara selalau Refter
siswa dan halaman refter staf menjadi pilihan yang paling mungkin digunakan,
namun mayoritas teman-teman memilih untuk menggunakan lapangan basket di
halaman depan sebagai tempat dilaksanakannya acara.
Semakin
menarik soal pembahasan panggung, ada opsi menggunakan meja belajar yang disusun
sebanyak mungkin untuk dijadikan panggung utama. Tentu saja ide itu menuai
banyak pro dan kontra, pembahasannya memakan waktu yang lama sampai kahirnya
diputuskan untuk menyewa tenda. Sesuatu yang tidak pernah saya duga sebelumnya
dimana meja di fungsikan sebagai panggung. Saya lupa itu ide siapa tapi yang
pastinya bagi say aitu pilihan yang radikal hehehe.
Segala
persiapan berjalan dengan baik, kami yang bertindak sebagai panitia bekerja
begitu keras sehingga waktu gladi untuk penampilan dari Angkatan kami baru bisa
dilakukan tengah malam. Setelah itu kami masih harus mengambil kue ulan tahun
yang di rumahnya Beno Reyaan. Kami nyaris tidak beristirahat karena paginya
harus buka fajar dan sehat Bersama semua guru dan siswa Seminari. Kegiatan pagi
itu berjalan dengan baik hingga selesai pada siang hari, dan pastinya masih
akan berlanjut pada sore hingga malam hari.
Malam
itu disekitaran pagar seminari penuh dengan umat yang menyaksikan dari luar
kemeriahan hari ulang tahun Seminari Langgur yang ke 66 tahun. Setiap Angkatan menampilkan
setiap pertunjukkan didepan semua peserta yang hadir, tepuk tangan dan gemuruh
sorak sorai bergantian tanpa henti. Di balik panggung ada ada begitu besar rasa
cemas dan ketakutan yang menghantui, intinya jangan sampai momen indah ini sampai
berantakan. Disisi lain didalam lab computer, saya dan teman-teman sedang
bersiap menampilkan sebuah pertunjukkan yang istimewa.
Tarian
Kei, tarian Tide-tide dari Tobelo, tarian Papua, tarian tifa dari Tanimbar dan
tarian modern akan ditampilkan secara bersamaan oleh Angkatan kami dan juga
diiringi oleh pembacaan puisi oleh Naldo Narahawarin. Tarian Kei sebagai
pembuka, ini menandakan bahwa Seminari ini ada di Kei dan masyarakat Kei siap
menerima semua seminaris dari daerah manapun, setelah tarian Kei disusul tarian
Papua, Tobelo, Tanimbar dan tarian Modern sebagai penutup. Diakhir penampilan
semua maju didepan panggung sampai berpegangan tangan dan menyanyikan lagu “gandong”
sebagai pesan persaudaraan sejati dalam Kristus sebagai teladan hidup. Gemuruh tepuk
tangan dan sorak sorai mengiringi penampilan kami pada saat itu, ada pepsan
yang sangat mendalam bahwasannya kita semuanya satu meskipun berbeda suku.
Suatu
pengalaman yang luar biasa dan begitu membekas dalam diri saya dan teman-teman seperjuangan,
bagaimana melihat perbedaan bukan sebagai penghalang namun sebagai kekayaan
yang harus dijaga dan dirawat, apalagi itu bertepatan juga dengan peringatan
sumpah pemuda. Saya jadi ingat kata MGR. Soegijapranoto tentang konsep 100% Katolik,
100% Indonesia. Untuk menutup tulisan singkat ini saya dan teman-teman Angkatan
64 Seminari Langgur mengucapkan selamat ulang tahun yang ke 73 tahun buat almamater
tercinta Seminari St Yudas Thadeus Langgur, semoga semakin jaya selalu dan
terus melahirkan calon-calon imam bagi umat Katolik dan secara khusus bagi keuskupan
Amboina. DUC IN ALTUM

Tidak ada komentar untuk ""DUC IN ALTUM" (Aris Rematwa)"
Posting Komentar