Katekese: “Sejarah Rosario Suci” (Fr. Gabriel Ell)
Kristus
dilihat sebagai tokoh miskin dan sederhana. Untuk menyerupai-Nya mereka hidup
dalam mati raga, banyak berdoa dan berpuasa sebagai seorang pertapa. Doa-doa yang
paling mudah diucapkan kapan dan dimana saja saat itu adalah Bapa Kami,
Syahadat Para Rasul dan doa-doa lainnya yang mudah dihafal. Untuk mengetahui
berapa banyak doa yang diucapkan tiap hari, para pertapa memakai seutas tali
yang diisi manik-manik. Setiap berdoa, mereka lewatkan sebuah manik.
Bentuk
tali dan banyaknya manik berbeda-beda. Santo Patrikus dari Irlandia
misalnya setiap hari mengucapkan 1000 kali Doa Bapa Kami. Pertapa lainnya
mempunyai hitungan masing-masing. Lama kelamaan umat mengikuti kebiasaan ini
dan memiliki tali beserta manik untuk menghitung doa harian mereka.
Kebiasaan
yang mula-mula berkembang di beberapa tempat di Eropa ini kemudian menjalar ke
tempat-tempat lainnya berkat anggota-anggota Ordo Pengkhotbah (Dominikan). Ordo
ini didirikan pada abad XIII oleh Santo Dominikus. Anggota-anggotanya menyebar
ke desa-desa dan kampung-kampung, pada mulanya di Eropa lalu ke banyak tempat
di luar Eropa. Maksud penyebaran ini agar orang mengetahui ajaran Kristus dan
agar iman mereka yang percaya diperkuat dalam menghadapi serangan-serangan
ajaran sesat waktu itu.
Santo
Dominikus menyadari bahwa uraian tentang ajaran Yesus Kristus saja, sama sekali
tidak cukup. Orang yang beriman harus rajin berdoa. Karena itu ia mulai
menggunakan cara para rahib dari abad III itu. Ia menetapkan jumlah doa yaitu
150 kali Salam Maria, mengikuti jumlah Mazmur dari Kitab Suci.
Di
abad XV, salah seorang muridnya yakni Beato Alan de la Roche menambahkan doa
Santo Dominikus dengan renungan tentang kehidupan Yesus dan Maria. Ia
berpendapat bahwa berdoa secara mekanis saja kurang bermanfaat. Doa harus
diiringi dengan renungan. Lewat renungan, pendoa dapat mengikuti jejak dan
teladan Yesus dan Maria. Beato Alanlah yang membagi doa dan menentukan 15
peristiwa sebagai bahan renungan yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu Peristiwa
Gembira, Sedih dan Mulia. Pada waktu itu belum ada Peristiwa Terang (Cahaya).
Peristiwa Terang baru ditambahkan tahun 2002 oleh Paus Yohanes Paulus II. Untuk
menandai diawalinya 25 tahun masa pontifikatnya, Paus Yohanes Paulus II
menerbitkan Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae, di mana beliau
menetapkan Peristiwa Terang dan mendorong umat beriman untuk menggunakan
Rosario agar “Bersama Maria, merenungkan wajah Kristus”.
Dengan
mengesampingkan adanya gagasan bahwa Rosario mengalihkan perhatian orang dari
liturgi atau gagasan bahwa Rosario merupakan penghalang bagi ekumene, Bapa Suci
menegaskan, “Alasan paling kuat untuk mendesakkan pelaksanaan Doa Rosario
adalah karena Doa Rosario merupakan sarana yang paling efektif untuk
mengembangkan di kalangan kaum beriman, komitmen untuk berkontemplasi pada
misteri Kristiani; ini sudah saya usulkan dalam Surat Apostolik Novo
Milennio Ineunte sebagai ‘latihan kekudusan’ yang sejati. ‘Kita memerlukan
kehidupan Kristiani yang menonjol dalam seni berdoa’. (RVM 5).
Peristiwa
Gembira seperti diucapkan sekarang dimulai dengan kabar malaikat kepada Maria,
dilanjutkan dengan kunjungan Maria kepada Elisabet saudaranya, peritiwa
kelahiran Yesus di Betlehem, persembahan Kanak-Kanak Yesus di Bait Allah dan
peristiwa Yesus diketemukan di bait Allah. Peristiwa sedih dimulai dengan Yesus
berdoa di taman Zaitun, didera, dimahkotai duri, memanggul salib dan ditutup
dengan wafatnya Yesus di Kalvari. Peristiwa Mulia dimulai dengan kebangkitan
Yesus, kenaikan ke surga, turunya Roh Kudus, pengangkatan Bunda Maria ke surga
dan ditutup dengan pemahkotaan Maria di surga. Kebiasaan ini terus berkembang.
Setiap hari misalnya orang berdoa satu peristiwa saja: 5 kali Bapa Kami, 50
kali Salam Maria dan 5 kali Kemuliaan, sedang Syahadat Para Rasul diucapkan di
awal Doa Rosario.
Dengan
merenungkan 15 peristiwa tadi, Beato Alan mengajak para pendoa Rosario agar
jangan hanya mengucapkan doa saja tapi lebih penting daripada itu adalah
merenungkan peristiwa tertentu. Dengan merenungkan peristiwa itu, kehidupan
Yesus dan Maria dikisahkan kembali dalam hati. Diharapkan pula dengan terus
menerus merenungkan jejak dan kehidupan Yesus dan Maria, umat dapat mengikuti
teladan Yesus dan Bunda-Nya Maria.
Misalnya
bila merenungkan peristiwa kunjungan Bunda Maria kepada Elisabeth, kita
membayangkan Maria saat mendengar kabar bahwa Elisabeth tengah mengandung, ia
pun segera meninggalkan kota kediamannya Nazaret. Maksudnya jelas, yakni
menolong sepupunya itu sampai ia melahirkan. Melihat sikap spontan Maria
tersebut, kita lalu mengadakan refleksi misalnya mengenai bagaimana sikap kita
terhadap sesama yang mengalami kesulitan? Apakah kita pernah mendatangi mereka
untuk mengetahui permasalahan mereka, berbincang-bincang dan memberi bantuan
seperlunya? Di sinilah kita dibawa ke suatu kesimpulan praktis: menolong sesama
terutama tentangga. Mereka adalah sesama yang terdekat dengan kita.
Dalam
Peristiwa Sedih kita membayangkan Yesus digiring banyak orang dengan tangan
terikat. Ia didera berkali-kali sampai darah mengucur setelah lecutan cemeti.
Kepala Yesus dikenakan mahkota, diketok biar duri-durinya menancap ke dalam
kulit kepala. Dalam perjalanan ke Kalari kelihatan Yesus berjalan terseok-seok
karena beratnya beban salib, di samping itu tidak makan semalaman. Kondisi
tubuh-Nya sudah lesu akibat banyak darah yang keluar.
Walaupun
dalam keadaan kesakitan, Yesus terus melangkah sementara kakinya gontai. Ia
tidak mengeluh dan dengan sabar menerima olok-olok orang banyak yang datang ke
Yerusalem. Sewaktu dipaku di salib, ia masih berdoa, Tuhan, ampunilah mereka…”
Kini
waktunya untuk mengadakan koreksi diri secara menyeluruh. Bagaimana sikap saja
bila diejek, diganggu atau dipersalahkan. Biasanya kita lalu memberi reaksi
membalas dengan kata-kata yang sama pedasnya. Setelah mengikuti Peristiwa Sedih
bisa saja kita membuat niat, saya tidak akan mendendam, tidak akan memfitnah
orang tapi berdoa untuk mereka.
Apabila
kita berdoa seperti diuraikan tadi, hasilnya pasti baik. Sebab doa yang
demikian adalah doa dengan hati. Hasilnya, biarpun diulang-ulang, tetap tidak
membosankan. Malah menimbulkan kesan, Rosario terlalu cepat berlalu.
Merenungkan kehidupan Yesus dan Maria berarti bergaul dengan Yesus dan Maria.
Itu berarti kita menyesuaikan cara hidup sendiri dengan Tuhan Yesus dan
Bunda-Nya. Dan inilah tujuan setiap doa yakni menemukan cara hidup yang baik
dari hari ke hari.
Sumber:
Maria Centre Indonesia, “Rosario: Ajakan dan Tuntunan Bunda Menuju
Yesus”(Marian Centre Indonesia, 2018)

Tidak ada komentar untuk "Katekese: “Sejarah Rosario Suci” (Fr. Gabriel Ell)"
Posting Komentar