Katekese: “Sejarah Rosario Suci” (Fr. Gabriel Ell)

 

Rosario merupakan kekhasan umat Katolik. Masa sebelum Reformasi ketika Partai Katolik masih berperan, sebagian besar gambar yang dipilih untuk logo partai adalah Rosario. Ini menjadi bukti bahwa Rosario merupakan doa umat di seluruh Indonesia.
Asal mulanya doa ini dari sejumlah orang yang masuk ke padang gurun untuk bertapa. Pada abad III M, Gereja yang masih muda mengalami banyak kesulitan dari kaisar-kaisar Roma. Banyak orang kristen meninggalkan kota karena dikejar-kejar dan dianiaya. Mereka mencari tempat yang sepi dan jauh dari keramaian. Tempat yang dipakai adalah padang gurun di tanah Mesir.
Di antara para pengungsi itu terdapat sejumlah orang yang memilih hidup baru demi Kristus. Mereka ingin mengikuti ajakan Kristus: “Jikalau engkau hendak sempurna, juallah milikmu dan berikanlah kepada orang miskin, kemudian ikutilah Aku.” (Mat. 19:21)

Kristus dilihat sebagai tokoh miskin dan sederhana. Untuk menyerupai-Nya mereka hidup dalam mati raga, banyak berdoa dan berpuasa sebagai seorang pertapa. Doa-doa yang paling mudah diucapkan kapan dan dimana saja saat itu adalah Bapa Kami, Syahadat Para Rasul dan doa-doa lainnya yang mudah dihafal. Untuk mengetahui berapa banyak doa yang diucapkan tiap hari, para pertapa memakai seutas tali yang diisi manik-manik. Setiap berdoa, mereka lewatkan sebuah manik.

Bentuk tali dan banyaknya manik berbeda-beda. Santo Patrikus dari Irlandia misalnya setiap hari mengucapkan 1000 kali Doa Bapa Kami. Pertapa lainnya mempunyai hitungan masing-masing. Lama kelamaan umat mengikuti kebiasaan ini dan memiliki tali beserta manik untuk menghitung doa harian mereka.

Kebiasaan yang mula-mula berkembang di beberapa tempat di Eropa ini kemudian menjalar ke tempat-tempat lainnya berkat anggota-anggota Ordo Pengkhotbah (Dominikan). Ordo ini didirikan pada abad XIII oleh Santo Dominikus. Anggota-anggotanya menyebar ke desa-desa dan kampung-kampung, pada mulanya di Eropa lalu ke banyak tempat di luar Eropa. Maksud penyebaran ini agar orang mengetahui ajaran Kristus dan agar iman mereka yang percaya diperkuat dalam menghadapi serangan-serangan ajaran sesat waktu itu.

Santo Dominikus menyadari bahwa uraian tentang ajaran Yesus Kristus saja, sama sekali tidak cukup. Orang yang beriman harus rajin berdoa. Karena itu ia mulai menggunakan cara para rahib dari abad III itu. Ia menetapkan jumlah doa yaitu 150 kali Salam Maria, mengikuti jumlah Mazmur dari Kitab Suci.

Di abad XV, salah seorang muridnya yakni Beato Alan de la Roche menambahkan doa Santo Dominikus dengan renungan tentang kehidupan Yesus dan Maria. Ia berpendapat bahwa berdoa secara mekanis saja kurang bermanfaat. Doa harus diiringi dengan renungan. Lewat renungan, pendoa dapat mengikuti jejak dan teladan Yesus dan Maria. Beato Alanlah yang membagi doa dan menentukan 15 peristiwa sebagai bahan renungan yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu Peristiwa Gembira, Sedih dan Mulia. Pada waktu itu belum ada Peristiwa Terang (Cahaya). Peristiwa Terang baru ditambahkan tahun 2002 oleh Paus Yohanes Paulus II. Untuk menandai diawalinya 25 tahun masa pontifikatnya, Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae, di mana beliau menetapkan Peristiwa Terang dan mendorong umat beriman untuk menggunakan Rosario agar “Bersama Maria, merenungkan wajah Kristus”.

Dengan mengesampingkan adanya gagasan bahwa Rosario mengalihkan perhatian orang dari liturgi atau gagasan bahwa Rosario merupakan penghalang bagi ekumene, Bapa Suci menegaskan, “Alasan paling kuat untuk mendesakkan pelaksanaan Doa Rosario adalah karena Doa Rosario merupakan sarana yang paling efektif untuk mengembangkan di kalangan kaum beriman, komitmen untuk berkontemplasi pada misteri Kristiani; ini sudah saya usulkan dalam Surat Apostolik Novo Milennio Ineunte sebagai ‘latihan kekudusan’ yang sejati. ‘Kita memerlukan kehidupan Kristiani yang menonjol dalam seni berdoa’. (RVM 5).

Peristiwa Gembira seperti diucapkan sekarang dimulai dengan kabar malaikat kepada Maria, dilanjutkan dengan kunjungan Maria kepada Elisabet saudaranya, peritiwa kelahiran Yesus di Betlehem, persembahan Kanak-Kanak Yesus di Bait Allah dan peristiwa Yesus diketemukan di bait Allah. Peristiwa sedih dimulai dengan Yesus berdoa di taman Zaitun, didera, dimahkotai duri, memanggul salib dan ditutup dengan wafatnya Yesus di Kalvari. Peristiwa Mulia dimulai dengan kebangkitan Yesus, kenaikan ke surga, turunya Roh Kudus, pengangkatan Bunda Maria ke surga dan ditutup dengan pemahkotaan Maria di surga. Kebiasaan ini terus berkembang. Setiap hari misalnya orang berdoa satu peristiwa saja: 5 kali Bapa Kami, 50 kali Salam Maria dan 5 kali Kemuliaan, sedang Syahadat Para Rasul diucapkan di awal Doa Rosario.

Dengan merenungkan 15 peristiwa tadi, Beato Alan mengajak para pendoa Rosario agar jangan hanya mengucapkan doa saja tapi lebih penting daripada itu adalah merenungkan peristiwa tertentu. Dengan merenungkan peristiwa itu, kehidupan Yesus dan Maria dikisahkan kembali dalam hati. Diharapkan pula dengan terus menerus merenungkan jejak dan kehidupan Yesus dan Maria, umat dapat mengikuti teladan Yesus dan Bunda-Nya Maria.

Misalnya bila merenungkan peristiwa kunjungan Bunda Maria kepada Elisabeth, kita membayangkan Maria saat mendengar kabar bahwa Elisabeth tengah mengandung, ia pun segera meninggalkan kota kediamannya Nazaret. Maksudnya jelas, yakni menolong sepupunya itu sampai ia melahirkan. Melihat sikap spontan Maria tersebut, kita lalu mengadakan refleksi misalnya mengenai bagaimana sikap kita terhadap sesama yang mengalami kesulitan? Apakah kita pernah mendatangi mereka untuk mengetahui permasalahan mereka, berbincang-bincang dan memberi bantuan seperlunya? Di sinilah kita dibawa ke suatu kesimpulan praktis: menolong sesama terutama tentangga. Mereka adalah sesama yang terdekat dengan kita.

Dalam Peristiwa Sedih kita membayangkan Yesus digiring banyak orang dengan tangan terikat. Ia didera berkali-kali sampai darah mengucur setelah lecutan cemeti. Kepala Yesus dikenakan mahkota, diketok biar duri-durinya menancap ke dalam kulit kepala. Dalam perjalanan ke Kalari kelihatan Yesus berjalan terseok-seok karena beratnya beban salib, di samping itu tidak makan semalaman. Kondisi tubuh-Nya sudah lesu akibat banyak darah yang keluar.

Walaupun dalam keadaan kesakitan, Yesus terus melangkah sementara kakinya gontai. Ia tidak mengeluh dan dengan sabar menerima olok-olok orang banyak yang datang ke Yerusalem. Sewaktu dipaku di salib, ia masih berdoa, Tuhan, ampunilah mereka…”

Kini waktunya untuk mengadakan koreksi diri secara menyeluruh. Bagaimana sikap saja bila diejek, diganggu atau dipersalahkan. Biasanya kita lalu memberi reaksi membalas dengan kata-kata yang sama pedasnya. Setelah mengikuti Peristiwa Sedih bisa saja kita membuat niat, saya tidak akan mendendam, tidak akan memfitnah orang tapi berdoa untuk mereka.

Apabila kita berdoa seperti diuraikan tadi, hasilnya pasti baik. Sebab doa yang demikian adalah doa dengan hati. Hasilnya, biarpun diulang-ulang, tetap tidak membosankan. Malah menimbulkan kesan, Rosario terlalu cepat berlalu. Merenungkan kehidupan Yesus dan Maria berarti bergaul dengan Yesus dan Maria. Itu berarti kita menyesuaikan cara hidup sendiri dengan Tuhan Yesus dan Bunda-Nya. Dan inilah tujuan setiap doa yakni menemukan cara hidup yang baik dari hari ke hari.

Sumber: Maria Centre Indonesia, “Rosario: Ajakan dan Tuntunan Bunda Menuju Yesus”(Marian Centre Indonesia, 2018)

Tidak ada komentar untuk "Katekese: “Sejarah Rosario Suci” (Fr. Gabriel Ell)"