Katekese: Apa itu Masa Prapaskah?” (Fr. Paskalis Jaftoran)

Masa Prapaskah adalah masa rahmat. Tujuan Masa Prapaskah adalah mempersiapkan para katekumen (calon baptis) dan mempersiapkan umat beriman untuk perayaan misteri Paskah. Para calon baptis dihantar oleh perayaan pendaftaran, oleh perayaan tobat dan pengajaran untuk menghayati sakramen-sakramen inisiasi yang akan diterima pada malam Paskah. Umat beriman mempersiapkan Paskah dengan lebih rajin mendengarkan Sabda Allah dan berdoa, mempersiapkan diri dengan tobat atas pembaharuan janji baptis yang akan dibuat juga pada malam Paskah. Untuk itu perlu diketahui bahwa masa Prapaskah berlangsung dari Rabu Abu sampai pada hari Kamis sebelum perayaan Kamis Putih. Hari Rabu Abu sebagai awal masa puasa ditetapkan sebagai hari puasa dan pantang wajib. Sehubungan dengan itu, berikut ini akan dijelaskan mengenai puasa dan pantang serta hari-hari khusus dalam Masa Prapaskah.

PUASA DAN PANTANG

Masa Prapaskah disebut juga masa puasa selama 40 hari. Puasa empat puluh dihitung mulai dari hari Rabu Abu sampai dengan hari Sabtu Suci (sebelum perayaan Malam Paskah). Namun, sesuai dengan tradisi hari-hari Minggu selama periode itu tidak terhitung sebagai hari puasa (6 hari Minggu tidak terhitung sebagai hari-hari puasa). Masa 40 hari puasa adalah waktu permenungan, menemukan orientasi baru, pertumbuhan menuju kematangan. Terkait itu, perlu diketahui bahwa Tobat adalah bentuk khas persiapan umat selama masa Prapaskah. Karena itu, hari-hari selama masa Prapaskah harus dipandang sebagai hari tobat (KHK 1249). Selanjutnya, hari Rabu Abu dan Jumat Agung adalah adalah hari wajib pantang dan puasa (KHK 1251).

Terkait itu, pantang berarti mengurangi atau tidak makan daging atau makanan lain, atau kebiasaan-kebiasaan lain, pada hari yang telah ditentukan (KHK 1251). Peraturan pantang mengikat mereka yang telah genap berumur 14 tahun (KHK 1252). Umat beriman yang belum mencapai usia tersebut, karena itu belum terikat kewajiban pantang, harus dibina oleh pastor paroki atau orang tua ke arah cita-cita rasa tobat yang sejati. Sedangkan puasa berarti makan kenyang sekali saja dalam satu hari. Kewajiban puasa mengikat umat beriman yang sudah genap berumur 18 tahun sampai awal umur 60 tahun. Puasa selama masa Prapaskah dapat dilanjutkan sesudah Jumat Agung sampai Sabtu Suci. Ini disebut puasa Paskah. Kita berpuasa pada hari itu untuk mengungkapkan duka cita karena mempelai kita, yakni Kristus, diambil dari kita (Mat. 9:15).

HARI-HARI KHUSUS MASA PRAPASKAH

Rabu Abu

Hari Rabu Abu adalah permulaan masa Prapaskah, dijalani sebagai Hari Tobat di dalam Gereja, dengan puasa dan pantang wajib. Pada hari itu juga diadakan pemberkatan dan pembagian abu. Penerimaan abu merupakan tanda tobat. Dengan menerima abu, umat beriman sebagai pendosa mengakukan dosanya terbuka di hadapan Allah; ia mengungkapkan kemauannya untuk bertobat, dibimbing pengharapan agar Tuhan berbelaskasih kepadanya. Dengan tanda ini mulailah jalan tobat yang bertujuan menerima sakramen tobat sebelum Hari Raya Paskah.

Pemberkatan dan pembagian abu dapat diadakan di dalam misa ataupun di luar misa, seperti ibadat sabda. Jika upacara pemberkatan dan pembagian abu diadakan dalam Ibadat Sabda, maka abu yang dibagikan sedapat mungkin diberkati oleh imam. Rumusan yang dipakai dalam pembagian abu sama dengan rumusan dalam perayaan Ekaristi. Rumusan pertama: “Bertobatlah dan percayalah pada Injil”. Rumusan kedua: “Ingatlah, engkau ini abu dan akan kembali menjadi abu”. Doa Tobat, termasuk Tuhan Kasihanilah Kami (Kyrie), dalam Perayaan Ekaristi dan dalam Perayaan Sabda ditiadakan, dan diganti dengan penerimaan abu yang dibuat sesudah homili atau khotbah.

Sebaiknya abu yang dipakai dalam perayaan diambil dari daun-daun palma yang diberkati dan dipakai pada Minggu Palma tahun sebelumnya. Daun palma dibakar dan disaring dengan rapih. Abu berada dalam keadaan kering dan diberkati dengan air suci sebelum digunakan dalam misa atau ibadat. Sebelum Rabu Abu atau waktu lain yang cocok ketua wilayah rohani atau petugas lain dapat mengumpulkan daun-daun palma di rumah umat, yang sudah diberkati tahun sebelumnya, dan membawanya ke gereja untuk dipakai pada hari Rabu Abu. Baiklah bahwa pembakaran daun-daun palma dibuat dalam ibadat sederhana dengan diiringi doa-doa. Abu yang sudah diberkati dan tidak habis digunakan dalam perayaan Rabu Abu hendaknya diperlakukan dengan pantas, misalnya dengan menguburkannya dalam tanah atau ditaruh di dalam sacrarium.

Minggu Prapaskah I

Minggu Prapaskah I adalah permulaan masa tersuci 40 hari. Untuk menandai pentingnya Minggu Prapaskah I, maka prosesi masuk dalam Ekaristi dapat diiringi dengan Litani Para Kudus. Jika ada katekumen (calon baptis dewasa) yang telah menyelesaikan masa katekumenat selama periode waktu tertentu dan akan menerima sakramen inisiasi pada Malam Paskah, maka pada Minggu Prapaskah I dibuat upacara pendaftaran dan pencatatan para katekumen.

Minggu Prapaskah IV

Minggu Prapaskah IV biasa disebut juga Minggu Laetare. Pada Hari Minggu Prapaskah ini Orgel dan alat musik lainnya dapat dimainkan. Altar dapat dihias dengan bunga-bunga, sebab bunga merupakan ungkapan kegembiraan dan suka cita. Dapat juga digunakan warna liturgi ungu muda (ungu mawar) yang juga menggungkapkan nuansa kegembiraan dan suka cita.

Minggu Prapaskah V

Minggu Prapaskah V (Iudica me) biasanya disebut juga Minggu Sengsara. Permenungan intensif atas sengsara Kristus sudah dimulai pada minggu ini. Oleh karena itu, kebiasaan memberi selubung pada salib-salib dalam gereja sejak Minggu Prapaskah V dapat dipertahankan. Salib-salib tetap terselubung sampai akhir liturgi Jumat Agung, tetapi gambar-gambar sampai sebelum perayaan Malam Paskah. Penyelubungan salib-salib dan gambar-gambar dapat dibuat pada hari Sabtu sebelum hari Minggu Prapaskah V. Salib-salib, gambar-gambar dan patung-patung Kristus sedapat mungkin diselubungi dengan kain berwarna merah ataupun ungu. Warna kain penyelubung saling tidak perlu mengikuti warna liturgi hari.

Oleh: Fr. Paskalis Jaftoran

Tidak ada komentar untuk " Katekese: Apa itu Masa Prapaskah?” (Fr. Paskalis Jaftoran)"