Refleksi Panggilan : "PILIHAN" (Fr Risal Duarmas)
Malam semakin larut dan suasana semakin dingin. Anak itu tak henti-hentinya menangis berharap mendapat apa yang diinginkanya. Anjing-anjing menggonggong terus sehingga suasana semakin menambah seram. Di ujung lorong, sebuah senter kecil menuntun langkah lantunan kaki. Dari kejauhan terlihat sosok ibu tua dan rapuh, berjalan menuju ke tempat tangisan itu. Perlahan tapi pasti ia mendekati anak itu, melihat matanya yang suci, ia berkata dalam hati, Ya Tuhan Terima Kasih atas anugrah ini. Sambil bersyukur, ia membawa anak tersebut pulang ke tempat kediamanya. Ibu tua itu, tinggal di sebuah rumah sederhana sendirian. Suami, serta anak-anaknya telah meninggal akibat perang.
Ibu kandung yang membuang bayi menyimbolkan situasi saat ini, di mana orang tidak bisa menerima perubahan. Terkadang pergaulanlah yang menyebabkan seorang salah melangkah. Akibat pergaulan yang tak terkontrol, kita bisa saja menjadi korban ganasnya pergaulan itu. Perubahan yang cepat: menyangkut aspek-aspek fundamental dalam hidup meberi peluang besar bagi kemajuan namun di samping itu, memberi ruang yang besar pula bagi kesenjangan soasial. Orang yang belum bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, tekadang salah menentukan arah dan tujuan hidupnya.
Ibu dengan sikap rela membuang buah hatinya, menandahkan bahwa kita telah salah membuat pilihan. Kita lebih memilih jalan ini mungkin karena ada desakan internal maupun external akibatnya kita salah membuat pilihan. Keputusan yang kita buat karena kurang paham, menyebabkan penyesalan. Dari penyesalan itu, kita meninggakan pilihan kita dan memulai lagi pilihan yang baru.
Dalam menjalani pilihan kita, secara tak sadar kita bertindak bagaikan para pemuda yang berada di sekitar lorong itu. Sikap yang ditunjukan sebenarnya adalah sikap takut. Rasa takut adalah Susana di mana seseorang tidak lagi mampu menggunakan akal sehatnya. Ketakutan merenggut akal untuk memutuskan sesuatu. Rasa takut mendorong kita bungkam entah itu untuk berbicara, berpikir dan bertindak. Takut berbicara akan menjadikan orang menutup diri terhadap segala hal. Dia bagaikan pengecut yang tak bisa membuat pilihan sendiri. Menjadi pengecut berarti pula kita menjadi proaktif dalam menentukan sikap kita baik itu dalam hidup dengan kelompok, maupun masyarakat.
Sang bayi menandahkan siapa saja yang tulus dan jujur dalam hidup. Ketulusan itu menandahkan sikap kerahiman. Ketika kita tulus dalam memilih, maka kita juga harus tulus dalam menjalani. Apabila kita memilih sesuatu, maka kita juga harus berani berjalan bersamanya. Lebih kongkritnya, Apabilah dalam hidup kita telah memutuskan memilih jalan ini, maka kita memfokuskan seluruh perhatian untuk terus berada dalam jalan pilihan kita. Apapun resikonya, jangan kita sesalkan. Hadapilah dengan teguh, seperti teguhnya batu karang menaham hantamam gelombang yang keras.
Ibu tua tadi menyimbolkan Tuhan sang penolong. Tuhan tidak penah lalai dalam menyediakan apa yang kita butuhkan. Tuhan adalah sosok yang selalu membuka tangan untuk memberkati kita. Kasih Tuhan itu lebih besar dari kasih seorang ibu. Ibu menunjukan perhatian yang luar biasa hebat dalam kehidupan kita, tetapi perayalah,Tuhan jauh lebih mengenal kita. Tuhan mengenal kita melampaui pengenalan kita terhadap diri sendiri. Tuhan pasti menolong, di saat kita meminta dengan jujur dan tulus.
Oleh karena itu, teman-teman yang terkasih, jangan pernah menyesali pilihan hidup yang telah dibuat. Banggalah dengan pilihan hidupmu ini. Janganlah membanding-bandingkan pilihan kita dengan pilihan orang lain. Percayalah belum tentu orang lain bisa bertahan seteguh dirimu ketika diperhadapkan pada pilihan yang sama. Apapun masalahmu jalani saja karena Tuhan mengetahui apa yang terbaik bagi hidup kita. Sebab Tuhan bisa menggantikan segalah sesuatu, tapi segala sesuatu tidak bisa menggantikan Tuhah.

Tidak ada komentar untuk "Refleksi Panggilan : "PILIHAN" (Fr Risal Duarmas)"
Posting Komentar